Selasa, 17 April 2012

Thomas Mattulessy atau Ahmad Lussy (Kontroversi Asal-usul Pattimura)



 Ketika penulis hendak menulis tentang sejarah Pattimura, penulis mengalami perasaan dilematis karena kontroversi dari Sejarah Pattimura ini sendiri. berkali-kali seminar yang di adakan untuk membahas sejarah Pattimura tetapi belum mendapatkan titik temu yang benar untuk mengukuhkan keabsahan sejarah ini, tentunya diperlukan Penelusuran terhadap sumber-sumber yang dapat di pertanggungjawabkan secara baik untuk menjelaskan asal-usul Pattimura. Karena kita tidak bisa menerima begitu saja ketika asal-usul Pattimura ini di usung hanya demi kepentingan salah satu Golongan agama tertentu.  berikut ini adalah 2 versi Sejarah Patimura yang menjadi kontroversi tersebut

Asal Usul Pattimura Yang Selalu Menjadi Bahan Perdebatan (Kontroversi)

Asal-usul Pattimura menurut versi pemerintah yang di tulis oleh M Sapija memaparkan bahwa Kapitan Pattimura Memiliki nama asli Thomas Matulessy, ini lahir di Negeri Haria, Saparua, Maluku tahun 1783. Perlawanannya terhadap penjajahan Belanda pada tahun 1817 sempat merebut benteng Belanda di Saparua selama tiga bulan setelah sebelumnya melumpuhkan semua tentara Belanda di benteng tersebut. Namun beliau akhirnya tertangkap. Pengadilan kolonial Belanda menjatuhkan hukuman gantung padanya. Eksekusi yang dilakukan pada tanggal 16 Mei 1817 akhirnya merenggut jiwanya.

 

Sementara itu menurut sejarawan Ahmad Mansyur Suryanegara, mengatakan bahwa Patimura memiliki nama asli  Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Saparua seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Ia bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali.

Perjuangan Pattimura

 Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda dan kemudian Belanda menetapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente), pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan Traktat London I antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkan dahulu pemindahan koprs Ambon dengan Gubenur dan dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka para serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk memasuki dinas militer pemerintah baru atau keluar dari dinas militer, akan tetapi dalam pratiknya pemindahan dinas militer ini dipaksakan. Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinan Kapitan Pattimura. Maka pada waktu pecah perang melawan penjajah Belanda tahun 1817, Raja-raja Patih, Para Kapitan, Tua-tua Adat dan rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin dan panglima perang karena berpengalaman dan memiliki sifat-sfat kesatria (kabaressi). Sebagai panglima perang, Kapitan Pattimura mengatur strategi perang bersama pembantunya. Sebagai pemimpin dia berhasil mengkoordinir Raja-raja Patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun benteng-benteng pertahanan. Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh para Raja Patih maupun rakyat biasa. Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura yang berskala nasional itu dihadapi Belanda dengan kekuatan militer yang besar dan kuat dengan mengirimkan sendiri Laksamana Buykes, salah seorang Komisaris Jenderal untuk menghadapi Pattimura. 

Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darat dan di laut dikoordinir Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para penglimanya antara lain Melchior Kesaulya, Anthoni Rebhok, Philip Latumahina dan Ulupaha. Pertempuran yang menghancurkan pasukan Belanda tercatat seperti perebutan benteng Belanda Duurstede, pertempuran di pantai Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw- Ullath, Jasirah Hitu di Pulau Ambon dan Seram Selatan. 


Akhir Perjuangan Pattimura
Di sebuah rumah di Siri Sori, Kapitan Pattimura berhasil ditangkap pasukan Belanda. Bersama beberapa anggota pasukannya, dia dibawa ke Ambon. Di sana beberapa kali dia dibujuk agar bersedia bekerjasama dengan pemerintah Belanda namun selalu ditolaknya.

Akhirnya dia diadili di Pengadilan kolonial Belanda dan hukuman gantung pun dijatuhkan kepadanya. Walaupun begitu, Belanda masih berharap Pattimura masih mau berobah sikap dengan bersedia bekerjasama dengan Belanda. Satu hari sebelum eksekusi hukuman gantung dilaksanakan, Pattimura masih terus dibujuk. Tapi Pattimura menunjukkan kesejatian perjuangannya dengan tetap menolak bujukan itu. Di depan benteng Victoria, Ambon pada tanggal 16 Mei 1817, eksekusi pun dilakukan.
 

Memang benar bahwa  perlu sebuah kepastian tentang asal usul Pattimura dan untuk hal ini perlu adanya tindakan pelurusan sejarah yang didukung dengan penelitian sumber-sumber yang otentik dan faktual.  Penuturan sejarah heroik Kapitan Pattimura adalah penuturan secara lisan yang di sampaikan secara turun temurun bagi anak cucu. gambaran wajah sang Pattimura itu pun hanya hasil imajinasi pelukis sesuai karakteristik dan tipe wajah orang Maluku atau mungkin ada yang bisa memberikan bukti foto dari Thomas Matulessy atau Ahmad Lussy itu sendiri.

Sebagai Anak Pribumi Maluku penulis hanya ingin memaparkan  2 versi asal usul Pattimura ini berdasarkan hasil penelusuran penulis terhadap sejarah Pattimura yang penulis temukan dari beberapa Blog yang beberapa diantaranya bukanlah blog yang bersifat independen melainkan bertendensi pada pencintraan suatu golongan Agama.

Pattimura adalah milik Maluku tidak hanya menjadi milik orang Hualoy (seram) atau Orang Haria (Saparua). Perjuangan Pattimura adalah untuk membebaskan Tanah Maluku Negeri raja-raja dari tangan penjajah dan perjuangan itu tanpa tendensi agama atau golongan. 

Sebagai Anak Pribumi Maluku penulis hanya ingin memaparkan  2 versi asal usul Pattimura ini berdasarkan hasil penelusuran penulis terhadap sejarah Pattimura yang penulis temukan dari beberapa Blog yang beberapa diantaranya bukanlah blog yang bersifat independen melainkan Blog bertendensi pada pencintraan suatu golongan Agama yang kemudian tidak bisa diterima sebagai kebenaran yang mutlak tentang sejarah Pattimura


Saksi Bisu Sejarah Pattimura



 Benteng Duurstede. Benteng tempat perjuangan Pattimura bersama teman-temannya

 

Fort Victoria (sekarang telah menjadi Markas KODIM 733 Batalyon Masariku) sebagai saksi Sejarah Kegigihan Pattimura dalam mengusir penjajah dari tanah Maluku. Di depan benteng ini Pattimura di jatuhkan hukuman Gantung kata-kata terakhirnya yang terus di turunkan kepada anak-anak cucu negeri maluku yaitu "Pattimura Tua sudah mati, tapi Pattimura-Pattimura muda akan bangkit".

 

Lawamena Haulala....!!! 

Senyum Semangat Untuk Maluku



Haruskah senyuman tulus ini pudar dari wajah mereka, haruskah semangat mereka kita hentikan?


Hidup jauh dari tanah kelahiran, jauh dari basudara di Maluku semakin memacu diri ini untuk berbuat yang terbaik di tanah rantau dan mempersembahkan yang terbaik untuk membangun tanah tercinta. Saat meninggalkannya,  negeri pusaka itu sedang menjerit kesakitan, ada darah anak negeri yang tertumpah, ada tangisan menetes di bumi Maluku. Agama dijadikan biang masalah untuk memenuhi hasrat keinginan mereka yang terkutuk itu. Hidup basudara di adu domba laeng bunuh lain, dan hidup dengan saling curiga.  
Masih teringat saat  suara adzan menyerukan kedamaian, masih terkenang saat suara lonceng gereja menggemakan suara kedamaian. Bagiku suara Adzan dan Lonceng gereja itu  adalah suara Tuhan yang memanggil kita untuk hidup damai dalam kasih. Suara Tuhan dalam adzan dan lonceng gereja kemudian tak lagi dihiraukan, suara itu berganti makna menjadi panji dan genderang perang  antar sudara.
Samua luka itu sudah berakhir tangis dan wajah suram bumi Maluku mulai berubah menjadi senyuman dan  semangat untuk kembali bangkit dan menunjukkan jati dirinya.
Mari katong jaga senyum itu mari katong piara semangat itu.
Jang mau dibodohi dan dipengaruhi  orang yang  seng mau lia ktong hidup damai.
Kasi tinggal rasa binci, lapas rasa dendam dari dalam diri.
Mari katong SENYUM SEMANGAT UNTUK MALUKU

ALE RASA BETA RASA………….
KALWEDO KIDABELA………….
RATU NORKID MONUK DEDESAR……………..
LAWA MENA HAULALA……………