Rabu, 08 Agustus 2012

PROYEK JEMBATAN MERAH PUTIH (JMP) TELUK AMBON MANISE DAN PERJUANGAN HIDUP PARA PENDAYUNG PERAHU TRADISIONAL (Sebuah catatan Kritis tentang Kebijakan Pemerintah)

Pembangunan Jembatan Merah Putih kini menjadi polemik, pembangunan yang memakan dana dengan nilai nominal yang fantastis itu, dikatakan akan menjadi kunci bagi perbaikan ekonomi daerah, karena dengan keberadaan Jembatan Merah Putih (JMP) akan merangsang gairah investor untuk menanamkan modal usahanya di daerah kita ini. namun di lain pihak pembangunan JMP ini justru menjadi ancaman bagi para pendayung perahu tradisional yang menggantungkan hidup mereka pada mata pencaharian lewat profesi itu. Pembangunan JMP juga dikhwatirkan akan mematikan ekosistem laut di sekitar Teluk ambon Dalam tulisan kali ini penulis hendak mengangkat polemik ini untuk di paparka kepada kita sekalian supaya dapat di pikirkan juga menilai sacara kritis tentang kebijakan-kebijakan yang di ambil oleh pemerintah daerah kita saat ini khususnya tentang Proyek JMP ini.

Saya memulai membuka dengan memaparkan fakta-fakta di bawah ini :
Proyek JMP Menurut Kacamata Pemerintah!!!
Untuk memacu pertumbuhan ekonomi sebuah daerah maka sangatlah  diperlukan infrastruktur yang memadai khususnya berupa sarana jalan dan jembatan. dengan  sarana jalan yang memadai akan semakin menarik investor untuk menanamkan modal dan membuka jaringan bisnis mereka di daerah itu.
Kurang lebih 15 tahun Pemeritah kota Ambon bermimpi untuk mendirikan sebuah jembatan  penghubung kawasan desa Galala dan Poka. Mimpi itupun terjawab pada tahun 2012 ini ketika mimpi itu mulai terbangun menjadi sebuah kenyataan, dimana proyek Prestisius itu telah dimulai, hal ini nampak ketika Pemerintah mulai membangun bentang tengah Jembatan Merah Putih di Ambon. Proyek senilai Rp 416,76 miliar tersebut digarap PT Waskita Karya, PT Pembangunan Perumahan (Persero), dan PT Wijaya Karya (Persero). Jembatan ini akan menghubungkan Desa Galala, Kecamatan Sirimau, dengan Desa Poka, Kecamatan Teluk Ambon.
“Menggunakan dana APBN dengan skema tahun jamak dari 2012 sampai 2014,” kata Direktur Jenderal Bina Marga, Djoko Murjanto, di Jakarta, Jumat, 27 Juli 2012.
Djoko menjelaskan anggaran tahun ini yang digunakan adalah Rp 50 miliar, anggaran tahun 2013 sebesar Rp 190 miliar, dan tahun 2014 Rp 185 miliar. Dia mengatakan pembangunan jembatan tersebut bertujuan untuk mengembangkan kawasan Galala-Teluk Ambon, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi.
Jembatan Merah Putih ini sudah dicanangkan sejak 2011. Pembangunan proyek jembatan sepanjang 1,06 kilometer ini dibagi menjadi dua tahap. Pertama, pembangunan bentang pinggir atau jalan akses sepanjang 760 meter. Tahap ini membutuhkan biaya Rp 249,614 miliar, sudah dimulai sejak 2011 dan ditargetkan rampung pada 2013.
Tahap kedua, pembangunan bentang tengah, pemerintah merencanakan selesai pada Desember 2014. Alokasi anggaran proyek bentang tengah sepanjang 300 meter ini dibagi menjadi tiga tahap.
Jembatan yang nantinya ketika rampung akan mirip dengan jembatan Suramadu (Surabaya-Madura)  ini tentunya kelak akan menjadi Icon kebanggaan bagi "Maluku" dan di harapkan mampu mengangkat nama maluku dalam prestasi pertumbuhan ekonomi nasional maupun dunia.

Proyek JMP Menurut Kacamata Masyarakat!!!
Saya bergabung dengan sebuah group di Sosial Net Facebook dengan nama group "Penyeberangan Perahu Tradisional Poka-Galala" yang dikelola oleh salah seorang teman saya. dalam gruop ini di bahas mengenai dampak yang dirasakan secara langsung oleh para "tukang panggayo" (pendanyung)  perahu tradisional ini. mereka khwatir dengan keberadaan mereka yang sudah menjalani profesi ini bertahun-tahun, bahkan secara turun-temurun. Bapa Lelemuku adalah seorang legendaris bagi masyarakat kota ambon yang sering menggunakan alat tranportasi tradisional ini, dimana hanya dengan mendayung perahu lelemukunya anak-anaknya sekarang telah menjadi orang-orang sukses. legenda bapak lelemuku juga menjadi bagian dari kehidupan para tukang panggayo perahu tersebut, karena dengan bermata pencaharian sebagai tukang panggayo perahu inilah mereka menghidupi keluarga mereka.
Perahu tradisional yang beroperasi di teluk Ambon setiap hari berjumlah 200 buah, dan menjadi favorit para mahasiswa Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon."Dengan menggunakan jasa perahu, mereka lebih cepat tiba di kampus dibandingkan menggunakan kapal penyeberangan feri," Perahu tradisional di teluk Ambon ini juga menjadi lapangan kerja bagi sebagian masyarakat Galala dan Poka sejak turun-temurun. Bahkan ada pejabat yang dulunya berprofesi sebagai pendayung perahu untuk membayar uang kuliah. Sekarang ini pula ada mahasiswa yang mendayung perahu untuk membayar uang kuliah. Jadi perahu tradisional sangat membantu ekonomi keluarga dan mahasiswa, opini para pemerhati alat transportasi perahu tradisional yang terpapar di beberapa situs internet, menyuarakan keadilan bagi para pendayung perahu tradisional juga te;ah mewakili suara hati masyarakat pesisir pantai Poka dan Galala yang berprofesi sebagai pendayung perahu tradisional.
untuk memperjuangkan nasib mereka maka pada awal Desember 2011 lalu Puluhan orang yang mencari nafkah sebagai pendayung perahu tradisional penyeberangan Galala, Poka dan Rumah Tiga bersama aliansi peduli pengemudi perahu tradisional Ambon melakukan aksi demo di kantor Gubernur Maluku. Mereka mendesak Gubernur Maluku, Karel Albert Ralahalu menghentikan pekerjaan pembangunan jembatan Merah Putih yang akan menghubungkan Galala-Rumah Tiga, karena dinilai mematikan pendapatan pendayung perahu tradisional.
Alexander F. Belay, Ketua DPC PMKRI cabang Sanctus Fransiscus Xaverius, dari aliansi peduli pengemudi perahu tradisional Ambon dalam orasi demonstrasinya mengatakan berbagai dampak buruk dari pembangunan jembatan Merah Putih adalah terpuruknya perekonomian masyarakat lokal yang berada di sekitar lokasi jembatan Merah Putih khususnya pendayung perahu tradisional yang selama ini mencari nafkah dengan cara mendayung perahu penyebarangan Galala, Poka dan Rumah Tiga. Menurut Belay, Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu yang bertanggung jawab terhadap lebih dari 300 orang pendayung perahu tradisional Galala, Poka dan Rumah Tiga yang terancam hilang pekerjaannya akibat dibangunnya jembatan Merah Putih.


Analisis
Polemik Proyek pembanguanan Jembatan Merah Putih kembali menambah daftar panjang tentang Kebijakan pemerintah kota ambon untuk upaya memajukan pertumbuhan ekonomi daerah yang menuai protes warga. Pembangunan JMP ini menuai protes karena proyek ini di pandang berdampak langsung pada para pendayung perahu tradisional karena akan mematikan sumber mata pencaharian mereka.
menurut analisa saya, proyek ini tidak hanya menjadi proyek prestisius untuk perbaikan infrastruktur daerah, tetapi lebih kepada proyek pretisius menaikan gengsi pejabat pemerintah daerah sekaligus dijadikan sebagai media pencitraan untuk misi mereka pada tahap berikut jabatan mereka di tingkat Provinsi, dan sementara mereka sibu dengan karier politiknya, kebutuhan masyarakat kecil seperti mereka yang mendayung perahu tradisional untuk menghidupi keluarga tidaklah di perhatikan secara baik. Memang JMP akan menjadi sentral icon terbesar bagi Maluku tetap sekaligus menjadi Icon penderitaan bagi para pendayung perahu tradisional.
Menyimak janji pemerintah daerah yang mengungkapkan bahwa, pantai poka Rumah Tiga dan Galala akan di fungsikan sebagai daerah objek wisata pantai dan para pendayung perahu tradisional ini akan dibina untuk menjalani profesi mereka. hal ini menjadi tiupan angin surga bagi kami karena sebenarnya kami sangsi dengan janji itu, melihat fakta yang ada bahwa kondisi Teluk Ambon ini penuh dengan sampah, kemudian apakah ada yang tertarik berwisata di bawah jembatan itu?
Memang setiap kebijakan ada sisi negatif dan positifnya, harus ada yang di korbankan, tetapi apakah etis jika untuk proyek JMP yang perstisius ini harus mengorbankan masyarakat kecil? maka kembali di pertanyakan Nurani para pejabat pemerintah daerah kita. 
hmmm!!! semoga ada solusi yang tepat dan cerdas untuk menangani polemik ini.


Tetap Semangat Perjuangkan Hak Masyarakat kecil yang dilindas kebijakan Pemerintah yang tak bernurani

Selasa, 07 Agustus 2012

Marilah tetap Waspada dan Selalu Kerjakan Selamat Itu

Ketika membaca buku "Waspadalah dan Kejakanlah Selamatmu" yang adalah kumpulan pokok-pokok pikiran dari Pdt.Prof.DR.W.A. Roeroe, salah seorang teolog Indonesia yang terkenal sederhana namun selalu memiliki pemikiran yang walaupun bertolak daripada konteks Minahasa tempai beliau berdiam, tetapi pemikiran berbias secara global. Dari pemikiran Prof Willy (sapaan akrab Pdt.Prof.W.A.Roeroe) ini saya mengajak kita untuk melihat beberapa point di bawah ini :

1. Kenapa kita harus waspada?
Pertanyaan ini sesungguhnya telah terjawab ketika kita kembali menyadari, merasakan, dan merenungkan, situasi beberapa dekade terakhir di bumi tempat kita berpijak. realistislah kita bahwa di zaman akhir-akhir ini tidak ada yang akan baik-baik saja. semua kita akan menuai apa yang pernah kita tabur.
Bumi tempat kita tinggal, bumi yang kita sebut sebagai rumah itu ternyata diciptakan Allah dengan kekuatannya untuk memperbarui dirinya sendiri. 
Perubahan cuaca dan situasi alam yang sangat ekstreem, seperti badai, banjir, gempa, gunung api meletus, dan lain sebagainya itu yang kemudian kita simpulkan sebagai "Bencana Alam" karena dampak yang dirasakan secara luas oleh setiap manusia. karena hal inilah kita waspada, dan kewaspadaan kita justru karena kesadaran kita atas kesalahan kita terhadap alam (bumi) tempat kita tinggal ini.

2. Bagaimana Caranya Mengerjakan Ke-selamat-an itu?
Kata "selamat" bisa berarti ucapan atas sebuah keberhasilan/kesuksesan, tetapi kata selamat ini juga bisa berarti sebuah kondisi dimana kita terbebas dari ancaman bahaya. pada dasarnya inti dari kedua pengertian 
"selamat" ini satu yaitu ungkapan syukur dan terima kasih kepada sang Penolong dan sang Penopang yang membuat kita berhasil sehingga ucapan selamat itu di ungkapkan kepada kita.
Lalu, bagaimana kita mengerjakan selamat (ke-Selamat-an) itu? caranya adalah :

Pertama adalah Bertobat dan dalam pertobatan kita itu hendanya kita  kembali menyadari kesalahan yang kita pernah kita lakukan terhadap alam ini dan berbalik pada Allah karena kepada Dia ada Keselamatan. (baca : Mazmur 36:6-10) "Ya Tuhan, KasihMu sampai ke langit, setiaMu sampai ke Awan, Manusia....kau selamatkan! ya Tuhan betapa berharganya kasih setiaMu!
Anak-anak manusia berlindung dalam naungan sayapMu!! mereka mengenyangkan dirinya dalam rumahMu, engkau memberi mereka minum, sebab padaMu ada air hayat.."
Pemazmur kembali menyapa dengan berita kita tentang kasih Allah yang mampu menyelamatkan kita dari bencana. sehingga hikmah dari bencana yang di alami adalah supaya kita kembali dan dekat kepada Allah sumber hidup itu


 Kedua adalah belajar, belajarlah dari pada leluhurmu tentang bagaimana menjaga keutuhan ciptaan ini. mereka telah mewariskan kepada kita hikmat hidup yang kita kenal dengan sebutan kearifan lokal untuk membantu kita menjaga keseimbangan lingkungan hidup tempat kita tinggal. bahkan untuk modal untuk hidup kita, leluhur kita telah menananmkan pohon-pohon dalam kebun atau dusun yang mereka warisi untuk kehidupan kita bukan untuk di jual dan di tebang, tetapi justru pohon itu di tanam untuk melindungi kita karena mampu menahan air dan mencegah banjir. leluhur kita pun memberikan aturan sosial seperti Sasi laut dan darat untuk tidak mengambil hasil bumi sebelum waktunya tiba adlah untuk menjaga keutuhan ekosistem yang pada hakekatnya saling berkaitan. belajarlah dari pengalaman bencana yang pernah di hadapi, jagalah bumi ini, jagalah rumah kita jangan sampai rusak. kenyataannya bumi kita telah rusak maka,...

Yang Ketiga adalah, Berbenahlah, sebagaimana kita berbenah dari kerusakan yang kita alami atas bumi kita ini, maka terlebih dahulu kita berbenah dari diri kita sendiri, berbenahlah dari pikiran serakah kita, berbenahlah dan mulailah melihat kehidupan kita dan alam ini adalah sebagai satu rantai kehidupan yang tak boleh terputus hanya oleh ego dan ambisi serta keserakahan kita sebagai manusia.

Begitulah cara kita mengerjakan keselamatan itu, keselamatan bukan hanya untuk kita pribadi tetapi keselamatan untuk bumi ini dan sesama manusia.

3. Sadarlah Bahwa Menjaga Keutuhan Ciptaan Adalah Tugas Kita Bersama

Apa Itu Keutuhan Ciptaan?
Untuk menggambarkan tentang Keutuhan Ciptaan, dapat di gambarkan dengan sebuah gelang rantai yang dimana masing-masing mata rantai memiliki nilai dan fungsi yang sama sehingga saling kait-mengkait dan menjadi satu gelang rantai, jika satu mata rantai rusak dan terlepas maka tidak ada lagi keutuhan, dan akibatnya tidak bisa lagi disebut dengang gelang rantai karena terputus. Allah sang khalik (pencipta) menciptakan kita agar mahkluknya dan saling miliki hubungan ketergangungan dan itulah Keutuhan sebagai CiptaanNya nampak.
Melestarikan keutuhan ciptaan merupakan bagian dari proyek Kerajaan Allah, yang telah dimulai oleh Allah sejak dunia diciptakan. Kita manusia dipanggil untuk ikut serta melestarikan keutuhan ciptaan tersebut. Proyek itu dapat dimulai dari diri kita masing-masing dengan melakukan perkara-perkara kecil yang bermakna besar : mencintai bumi dan langit, menghargai tanah dan air dan segala makhluk yang hidup di dalamnya.
Tiga Point Penting yang perlu di Interpretasikan dan di Refleksikan (Program, Teologi, Iman)
Bukan hal yang mudah untuk mengembalikkan Lingkungan yang rusak itu untuk kembali pulih, membutuhkan proses dan waktu yang lama. Untuk itu perlu tindakan yang cepat dan tepat dalam pelaksanaan program rehabilitasi lingkungan. Perlu perhatian yang serius dari Pihak Lembaga keagamaan dan pemerintah secara baik. Tentunya tidak hanya bersifat teoritis dalam seminar, lokakarya, khotbah/ceramah semata. Tetapi perlu juga tindakan aktif dan partisipatif dari dua belah pihak. Menurut saya sangat perlu interpretasi yang baik terhadap tiga point yaitu :
1. Interpretasi Terhadap Program (Interpretasi Program); Artinya setiap program perencanaan untuk penanggulangan masalah lingkungan tersebut harus di artikan secara baik agar di pahami sehingga dalam pelaksanaan program dapat dilakukan secara konsisten. Dengan interpretasi Program yang baik dan jelas oleh pemerintah maka masyarakat akan semakin paham terhadap program yang sementari di jalankan khusunya dalam upaya penanggulangan kerusakan lingkungan
2. Interpretasi Terhadap Teologi (Interpretasi Teologi ); Teologi yang dirancangkan sehubungan dengan keutuhan ciptaan juga perlu di artikan secara baik tidak hanya dalam khotbah tetapi teologi di interpretasikan dalam sikap hidup yang sadar akan lingkungan tempat teologi itu tumbuh dan berkembang. Praktisnya berteologi untuk keutuhan ciptaan.
3. Interpretasi Terhadap Iman (Intepretasi Iman); Iman yang kita miliki juga harus perlu interpretasi juga secara baik. Tujuannya adalah agar kita sadar akan apa yang kita Imani. Kita meng-Imani tentang pentingnya sebuah kehidupan bersama sebagai keutuhan ciptaan Sang Khalik. Iman harus di interpretasikan sebagai sesuatu yang terus berproses dan berlanjut karena “Iman kita seharusnya tidak pernah Amin”. Pendeknya, ketika kita mengimani bahwa kehidupan kita bersama sebagai ciptaan di bumi ciptaanNya masing adalah mata rantai yang saling kait-mengait dan menjadi gelang rantai yang utuh sebagai sebuah Keutuhan Ciptaan, maka kita bertanggung jawab menjaga keutuhan ciptaan itu.

Tujuan dari interpretasi Program, Teologi, dan iman adalah sebagai langkah awal dari refleksi terhadap tiga poin tersebut .
1. Refleksi Program : setelah kita menginterpretasikan program pembangunan, maka perlu di refleksikan kembali program tersebut, ketika kita merefleksikan kembali program-program pembangunan maka diharapkan dapat melihat efek dari proyek pembangunan yang dilakukan, yaitu dampak pada kerusakan lingkungan sekitar proyek pembangunan
2. Refleksi Teologi. Setiap proses kehidupan yang kita jalani adalah aktualisasi dari teologi kita sesederhana apapun. refleksi yang baik terhadap teologi kita/pemahaman kita tentang pentingnya melestarikan Keutuhan Ciptaan, terlihat dari sikap hidup kita. Setiap masyarakat memiliki Kearifan Lokal yang menekankan pada pemeliharaan Lingkungan hidup, Kearifan Lokal itulah yang merupakan hasil refleksi teologis yang secara sederhana telah diaktualisasikan dalam kehidupan orang-orang tua kita yang mewariskannya untuk di lanjutkan. Landasan yang dipakai oleh mereka tentunya adalah Alkitab (kitab suci)
3. Refleksi Iman. Kita mengimani bahwa Allah adalah yang menciptakan Bumi dan isinya. Dan kemudian dengan iman itu kita melaksanakan tugas dan tanggung jawab menjaga keutuhan ciptaan.

dengan demikian maka ketika kita menjaga keutuhan ciptaan maka kita telah sementara mengerjakan Ke-Selamat-an bagi bumi ini. Tetaplah Waspada dan kerjakanlah Selamatmu.

semoga bermanfaat...

Amin

Referensi tulisan
1. "Waspadalah dan Kerjakan Selamatmu" kumpulan pokok pikiran Pdt. Prof.DR.W.A.Roeroe
2.Tulisan penulis tentang "Tanggung Jawab Bersama menjaga Keutuhan Ciptaan pada link : http://ervilhitipeuw.blogspot.com/2011/02/tanggung-jawab-bersama-menjaga-keutuhan.html