“Deskripsi tentang
sosok perempuan yang berjuang untuk menghidupi keluarganya”
Ervil Hitipeuw
Suara Kokokkan ayam jantan
membangunkanku dari tidur yang tidak begitu pulas. tiga botol sopi (minuman
khas Maluku) yang ku habiskan bersama teman sekompleks semalam, cukup membuat
aku pusing. Jam di dinding kamarku menunjukkan pukul 5 pagi. Aku harus memaksakan diri untuk bisa bangun
pagi ini. karena aku telah membuat janji dengan tante Merry. Aku menuju ke
kamar mandi untukl mencuci muka dan menggosok gigi. Kukenakan jacket dan helm
dan brum...brum.. ku starter suzuki satria kesayanganku menuju ke rumah tante Merry. Beberapa menit kemudian aku sudah sampai di rumahnya tante merry.
Perempuan separoh baya , berkulit hitam, berkacamata danberpakaian kebaya motif
kotak-kotak itu ternyata sudah menungguku dari pukul setengah 5 tadi. “Maaf tante merry beta agak terlambat”
ucapku kepada tante Merry, “oh iya seng apa-apa nyong, mari katong lanjut jua”.
Kami pun melanjutkan perjalanan menuju ke pantai Tawiri sebuah desa yang
jaraknya 15 KM dari desa Poka yang adalah desa tempat saya tinggal. Ku pacu
belalang tempurku dengan kecepatan 80. Tak sampai setengah jam perjalanan kami
pun sampai di desa Tawiri. Suara buih ombak dan suara keramaian seperti di
pasar terdengar di telingaku.
Ternyata sudah ada banyak orang
yang berkumpul untuk menunggu kapal motor nelayan merapat ke pantai dan
kemudian melakukan transaksi mereka
adalah para Pedagang “papalele” yang semuanya adalah kaum perempuan. Begitu
motorku berhenti, tante Merry pun dengan segera menuju ke arah keramaian itu. Aku hanya menunggu tante Merry di jalan
dekat pantai. Kali ini dia begitu cepat mendapatkan jatah ikan untuk di jual
hari ini. Tak sampai setengah jam dia
sudah berjalan ke arahku dengan loyang ikan di kepalanya. Perjalanan pun kami
lanjutkan ke Pasar mardika kota Ambon
tempat dia harus menjajakan ikannya itu. Kali ini kami ditemani dengan aroma
ikan segar yang di dapatkan oleh tante Merry di pantai tadi.
Akhirnya kami sampai juga di
Pasar Mardika, dan aku pun pergi bargabung dengan teman-temanku di pangkalan
ojek di pasar. Dari tempat aku parkir sembari mencari penumpang, aku melihat
tante Merry yang membersihkan tempat jualannya. “Ikang..ikang.. mari ikang segar ada cakalang,.. ada kawalinya.. “ suara tante Merry berteriak menawarkan ikannya kepada para pembeli. Suasana pasar begitu
ramai. Perlahan-lahan panas matahari pagi mula terasa dikulitku. Sementara
tante Merry tetap berteriak menjajakan jualnya, tak peduli terik matahari.
Keringatnya mulai bercucuran di wajahnya sesekali dia menyeka keringat dengan
lengan bajunya, terlihat pula raut wajah lelah bercampur kecewa menghitung
lembaran uang di tangannya nampaknya tidak terlalu bagus pendapatannya hari
ini. Beberapa pembeli mendekati tempat jualannya dan membeli ikannya. Tak
jarang ada pembeli yang sengaja menawar harga ikannya dengan harga rendah.
Tante Merry sesekali mengerutu karena sudah ditawar harganya tp tidak jadi
membeli. Hari itu ikan jualan tante Merry
tidak terjual habis di pasar Mardika dia memanggil saya untuk mengantarkannnya
ke daerah perumahan Nasional (Perumnas) yang terletak dekat desa kami. Di atas
motor tercium jelas aroma badan tante meri yang merupakan campuran keringat dan
bau amis ikan yang dia jual.. “hmm ini dia aroma parfum tahun 2011” umpatku dalam
hati :).
Dalam perjalanan dia bercerita
kapadaku dengan intonasi seperti orang kecewa karena tidak laku jualannya hari
ini. Dan aku pun mencoba menghiburnya dengan beberapa goyonan dan mengatakan
pasti kalo di Perumnas nanti pasti ikannya laku karna disitu orang-orangya
adalah pekerjaan kantoran yang seriungkali tak punya waktu untuk ke pasar.
Criitt .. suara rem motor saya, yang berati kami telah sampai di gapura PERUMNAS
“Dangke nyong su antar tante Merry” katanya kepadaku sembari menyodorkan uang
Rp 20.000,- kepada saya, agak berat
mengambil uang itu darinya karena Niatku hanya menolong mengantrkan dia. tapi
pas waktu itu jarum pengukur bahan bakar nyaris sampai di huruf (E) yang
artinya hampir habis, jadi terpaksa ku terima uang itu untuk mengisi bensin
motorku. Dia pun kembali berjalan menyusuri gang-gang dan lorong perumahan itu
untuk menjual ikan –ikanya yang belum laku di Pasar tadi dan aku kambali ke
pangkalan ojek untuk menunggu penumpang.
Tak peduli dengan terik panas
matahari dia tetap berjalan dengan beban di atas kepalanya. Dan menawarkan Ikan
jualannya kepada orang-orang dari gang ke gang. Itulah perjuangan tante Merry sang
pelaku papalele dalam usaha menghidupi keluarganya, bersama sang suami yang
berprofesi sebagai tukang bangunan
mereka membesarkan 3 orang anak perempuan yang sudah remaja. Walaupun berat
namun ketegaran tante Merry tak pernah surut untuk memperjuangkan kehidupan
keluarganya. _EJH_
*Papalele adalah pedagang kecil yang berjualan di pasar/sambil berjalan dari gang ke gang untuk berjualan. yang di jual adalah makanan tradisional, ikan menta, sayur, dll.
*Papalele adalah pedagang kecil yang berjualan di pasar/sambil berjalan dari gang ke gang untuk berjualan. yang di jual adalah makanan tradisional, ikan menta, sayur, dll.
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.