Kamis, 26 Januari 2012

Perempuan Papalele


“Deskripsi tentang sosok perempuan yang berjuang untuk menghidupi keluarganya”
Ervil Hitipeuw

Suara Kokokkan ayam jantan membangunkanku dari tidur yang tidak begitu pulas. tiga botol sopi (minuman khas Maluku) yang ku habiskan bersama teman sekompleks semalam, cukup membuat aku pusing. Jam di dinding kamarku menunjukkan pukul 5 pagi.  Aku harus memaksakan diri untuk bisa bangun pagi ini. karena aku telah membuat janji dengan tante Merry. Aku menuju ke kamar mandi untukl mencuci muka dan menggosok gigi. Kukenakan jacket dan helm dan brum...brum.. ku starter suzuki satria kesayanganku menuju ke rumah tante Merry. Beberapa menit kemudian aku sudah sampai di rumahnya tante merry. Perempuan separoh baya , berkulit hitam, berkacamata danberpakaian kebaya motif kotak-kotak itu ternyata sudah menungguku dari pukul setengah 5  tadi. “Maaf tante merry beta agak terlambat” ucapku kepada tante Merry, “oh iya seng apa-apa nyong, mari katong lanjut jua”. Kami pun melanjutkan perjalanan menuju ke pantai Tawiri sebuah desa yang jaraknya 15 KM dari desa Poka yang adalah desa tempat saya tinggal. Ku pacu belalang tempurku dengan kecepatan 80. Tak sampai setengah jam perjalanan kami pun sampai di desa Tawiri. Suara buih ombak dan suara keramaian seperti di pasar terdengar di telingaku.
Ternyata sudah ada banyak orang yang berkumpul untuk menunggu kapal motor nelayan merapat ke pantai dan kemudian  melakukan transaksi mereka adalah para Pedagang “papalele” yang semuanya adalah kaum perempuan. Begitu motorku berhenti, tante Merry pun dengan segera menuju ke arah keramaian  itu. Aku hanya menunggu tante Merry di jalan dekat pantai. Kali ini dia begitu cepat mendapatkan jatah ikan untuk di jual hari ini.  Tak sampai setengah jam dia sudah berjalan ke arahku dengan loyang ikan di kepalanya. Perjalanan pun kami lanjutkan ke  Pasar mardika kota Ambon tempat dia harus menjajakan ikannya itu. Kali ini kami ditemani dengan aroma ikan segar yang di dapatkan oleh tante Merry di pantai tadi.
Akhirnya kami sampai juga di Pasar Mardika, dan aku pun pergi bargabung dengan teman-temanku di pangkalan ojek di pasar. Dari tempat aku parkir sembari mencari penumpang, aku melihat tante Merry yang membersihkan tempat jualannya. “Ikang..ikang..  mari ikang segar  ada cakalang,.. ada kawalinya.. “ suara tante Merry berteriak menawarkan ikannya kepada para pembeli. Suasana pasar begitu ramai. Perlahan-lahan panas matahari pagi mula terasa dikulitku. Sementara tante Merry tetap berteriak menjajakan jualnya, tak peduli terik matahari. Keringatnya mulai bercucuran di wajahnya sesekali dia menyeka keringat dengan lengan bajunya, terlihat pula raut wajah lelah bercampur kecewa menghitung lembaran uang di tangannya nampaknya tidak terlalu bagus pendapatannya hari ini. Beberapa pembeli mendekati tempat jualannya dan membeli ikannya. Tak jarang ada pembeli yang sengaja menawar harga ikannya dengan harga rendah. Tante Merry sesekali mengerutu karena sudah ditawar harganya tp tidak jadi membeli.  Hari itu ikan jualan tante Merry tidak terjual habis di pasar Mardika dia memanggil saya untuk mengantarkannnya ke daerah perumahan Nasional (Perumnas) yang terletak dekat desa kami. Di atas motor tercium jelas aroma badan tante meri yang merupakan campuran keringat dan bau amis ikan yang dia jual.. “hmm ini dia aroma parfum tahun 2011” umpatku dalam hati :). 
Dalam perjalanan dia bercerita kapadaku dengan intonasi seperti orang kecewa karena tidak laku jualannya hari ini. Dan aku pun mencoba menghiburnya dengan beberapa goyonan dan mengatakan pasti kalo di Perumnas nanti pasti ikannya laku karna disitu orang-orangya adalah pekerjaan kantoran yang seriungkali tak punya waktu untuk ke pasar. Criitt .. suara rem motor saya, yang berati kami telah sampai di gapura PERUMNAS “Dangke nyong su antar tante Merry” katanya kepadaku sembari menyodorkan uang Rp 20.000,- kepada saya,  agak berat mengambil uang itu darinya karena Niatku hanya menolong mengantrkan dia. tapi pas waktu itu jarum pengukur bahan bakar nyaris sampai di huruf (E) yang artinya hampir habis, jadi terpaksa ku terima uang itu untuk mengisi bensin motorku. Dia pun kembali berjalan menyusuri gang-gang dan lorong perumahan itu untuk menjual ikan –ikanya yang belum laku di Pasar tadi dan aku kambali ke pangkalan ojek untuk menunggu penumpang.
Tak peduli dengan terik panas matahari dia tetap berjalan dengan beban di atas kepalanya. Dan menawarkan Ikan jualannya kepada orang-orang dari gang ke gang. Itulah perjuangan tante Merry sang pelaku papalele dalam usaha menghidupi keluarganya, bersama sang suami yang berprofesi sebagai tukang  bangunan mereka membesarkan 3 orang anak perempuan yang sudah remaja. Walaupun berat namun ketegaran tante Merry tak pernah surut untuk memperjuangkan kehidupan keluarganya. _EJH_
*Papalele adalah pedagang kecil yang berjualan di pasar/sambil berjalan dari gang ke gang untuk berjualan. yang di jual adalah makanan tradisional, ikan menta, sayur, dll.

Tidak ada komentar: