Jumat, 27 Januari 2012

TANGGUNG JAWAB BERSAMA MENJAGA KEUTUHAN CIPTAAN


Pengantar
Cuaca Ekstreem yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini merupakan sebuah gejala Alam yang berkaitan dengan isu Pemanasan Global (Global Warming) yang sedang terjadi pada bumi kita dan dan berbagai peristiwa Bencana yang terjadi di setiap Negara/daerah merupakan dampak yang bisa kita rasakan secara langsung dari adanya Global Warming tersebut. Dalam menyikapi hal-hal tersebut maka mulailah gencar di adakan seminar-seminar mengenai pentingnya menjaga lingkungan hidup sebagai langkah konkrit dari upaya menjaga keutuhan ciptaan.
Di Maluku khususnya, keutuhan ciptaan menjadi topic hangat setelah terjadinya beberapa bencana yang terjadi seperti Tsunami di Aceh dan Nias. Sepertinya telah menjadi kebiasaan kita di Indonesia bahwa nanti saat telah terjadi bencana, barulah ramai-ramai berbicara tentang menjaga lingkungan hidupnya. Mulai dari konflik yang terjadi tidak hanya berdampak pada kerusakan bangunan dan korban jiwa tetapi juga berdampak pada kerusakan lingkungan yang cukup Fatal dilanjutkan lagi Proses pembangunan kembali yang terjadi di Maluku pasca Konflik (kerusuhan). Khusus tentang dampak pembangunan terhadap kerusakan lingkungan di Maluku, terdapat daftar panjang kasus-kasus perusakan lingkungan yang terjadi. Salah satu contohnya adalah Proyek pembangunan perumahan yang mengabaikan AMDAL sehingga terjadi pencemaran Lumpur pada Hutan Bakau yang terletak tidak jauh dari lokasi pembangunan, kasus penebangan hutan liar (Ilegalloging) di daerah Seram Maluku Tengah dan banyak kasus perusakkan lingkungan lainnya.
Dalam tulisan ini penulis hendak mengantar kita kedalam sebuah pemahaman tentang tanggung jawab kita untuk menjaga Keutuhan Ciptaan. Dengan mengambil konteks pada situasi di Maluku semoga saja bermanfaat untuk menumbuhkan kesadaran kita akan pentingnya menjaga dan melestarikan Keutuhan Ciptaan.

Apa Itu Keutuhan Ciptaan?
Untuk menggambarkan tentang Keutuhan Ciptaan, dapat di gambarkan dengan sebuah gelang rantai yang dimana masing-masing mata rantai memiliki nilai dan fungsi yang sama sehingga saling kait-mengkait dan menjadi satu gelang rantai, jika satu mata rantai rusak dan terlepas maka tidak ada lagi keutuhan, dan akibatnya tidak bisa lagi disebut dengang gelang rantai karena terputus. Allah sang khalik (pencipta) menciptakan kita agar mahkluknya dan saling miliki hubungan ketergangungan dan itulah Keutuhan sebagai CiptaanNya nampak.
Melestarikan keutuhan ciptaan merupakan bagian dari proyek Kerajaan Allah, yang telah dimulai oleh Allah sejak dunia diciptakan. Kita manusia dipanggil untuk ikut serta melestarikan keutuhan ciptaan tersebut. Proyek itu dapat dimulai dari diri kita masing-masing dengan melakukan perkara-perkara kecil yang bermakna besar : mencintai bumi dan langit, menghargai tanah dan air dan segala makhluk yang hidup di dalamnya.
Tiga Point Penting yang perlu di Interpretasikan dan di Refleksikan (Program, Teologi, Iman)
Bukan hal yang mudah untuk mengembalikkan Lingkungan yang rusak itu untuk kembali pulih, membutuhkan proses dan waktu yang lama. Untuk itu perlu tindakan yang cepat dan tepat dalam pelaksanaan program rehabilitasi lingkungan. Perlu perhatian yang serius dari Pihak Lembaga keagamaan dan pemerintah secara baik. Tentunya tidak hanya bersifat teoritis dalam seminar, lokakarya, khotbah/ceramah semata. Tetapi perlu juga tindakan aktif dan partisipatif dari dua belah pihak. Menurut saya sangat perlu interpretasi yang baik terhadap tiga point yaitu :
1. Interpretasi Terhadap Program (Interpretasi Program); Artinya setiap program perencanaan untuk penanggulangan masalah lingkungan tersebut harus di artikan secara baik agar di pahami sehingga dalam pelaksanaan program dapat dilakukan secara konsisten. Dengan interpretasi Program yang baik dan jelas oleh pemerintah maka masyarakat akan semakin paham terhadap program yang sementari di jalankan khusunya dalam upaya penanggulangan kerusakan lingkungan
2. Interpretasi Terhadap Teologi (Interpretasi Teologi ); Teologi yang dirancangkan sehubungan dengan keutuhan ciptaan juga perlu di artikan secara baik tidak hanya dalam khotbah tetapi teologi di interpretasikan dalam sikap hidup yang sadar akan lingkungan tempat teologi itu tumbuh dan berkembang. Praktisnya berteologi untuk keutuhan ciptaan.
3. Interpretasi Terhadap Iman (Intepretasi Iman); Iman yang kita miliki juga harus perlu interpretasi juga secara baik. Tujuannya adalah agar kita sadar akan apa yang kita Imani. Kita meng-Imani tentang pentingnya sebuah kehidupan bersama sebagai keutuhan ciptaan Sang Khalik. Iman harus di interpretasikan sebagai sesuatu yang terus berproses dan berlanjut karena “Iman kita seharusnya tidak pernah Amin”. Pendeknya, ketika kita mengimani bahwa kehidupan kita bersama sebagai ciptaan di bumi ciptaanNya masing adalah mata rantai yang saling kait-mengait dan menjadi gelang rantai yang utuh sebagai sebuah Keutuhan Ciptaan, maka kita bertanggung jawab menjaga keutuhan ciptaan itu.

Tujuan dari interpretasi Program, Teologi, dan iman adalah sebagai langkah awal dari refleksi terhadap tiga poin tersebut .
1. Refleksi Program : setelah kita menginterpretasikan program pembangunan, maka perlu di refleksikan kembali program tersebut, ketika kita merefleksikan kembali program-program pembangunan maka diharapkan dapat melihat efek dari proyek pembangunan yang dilakukan, yaitu dampak pada kerusakan lingkungan sekitar proyek pembangunan
2. Refleksi Teologi. Setiap proses kehidupan yang kita jalani adalah aktualisasi dari teologi kita sesederhana apapun. refleksi yang baik terhadap teologi kita/pemahaman kita tentang pentingnya melestarikan Keutuhan Ciptaan, terlihat dari sikap hidup kita. Setiap masyarakat memiliki Kearifan Lokal yang menekankan pada pemeliharaan Lingkungan hidup, Kearifan Lokal itulah yang merupakan hasil refleksi teologis yang secara sederhana telah diaktualisasikan dalam kehidupan orang-orang tua kita yang mewariskannya untuk di lanjutkan. Landasan yang dipakai oleh mereka tentunya adalah Alkitab (kitab suci)
3. Refleksi Iman. Kita mengimani bahwa Allah adalah yang menciptakan Bumi dan isinya. Dan kemudian dengan iman itu kita melaksanakan tugas dan tanggung jawab menjaga keutuhan ciptaan.

PERANAN TIGA ELEMEN PENTING (PEMERINTAH, GEREJA, SEKOLAH) DALAM UPAYA MELESTARIKAN KEUTUHAN CIPTAAN.
Ketiga elemen masyarakat yaitu Pemerintah, Gereja, dan Sekolah, memiliki peran penting dalam melestarikan Keutuhan ciptaan ketiga elemen ini dapat bekerjasama dalam menumbuhkan kesadaran pada masyarakat tentang pentingnya melestarikan keutuhan ciptaan. Ketiga elemen dalam masyatakat ini masing-masing memiliki tugas dan fungsi yang saling mendukung untuk menjalankan misi melestarikan keutuhan ciptaan itu.
Pemerintah : memiliki fungsi control dalam setiap proyek pembangunan yang dilakukan karena proyek pembangunan yang dilakukan tentunya mendapatkan legitimasi dari pihak pemerintah. Tidak hanya dalam proses pembangunan. Tetapi tindakan perusakkan lingkungan yang terjadi juga menjadi tugas pemerintah untuk memproses lewat hukum yang ada. Secara konkrit di Maluku telah di canangkan program “One Man One Tree” hal ini merupakan bukti perhatian pemerintah terhadap persoalan lingkungan.
Gereja : sebagai lembaga keagamaan yang menjalankan fungsi pembinaan bagi umat untuk menumbuhkan kesadaran melestarikan keutuhan ciptaan. Tindakan praktis gereja tidak hanya lewat khotbah ataupun ceramah tetapi dilakukan lewat tindakan nyata gereja dalam menjaga kelestarian keutuhan ciptaan. Konkretnya, apa yang dapat gereja lakukan untuk mewujudkan Keutuhan Ciptaan?
Selama ini gereja hanya berkonsentrasi pada kegiatan-kegiatan kebaktian atau kegiatan lain yang melayani manusia. Sudah saatnya gereja menyadari bahwa gereja memiliki tugas panggilan menjaga keutuhan ciptaan atau kelestarian lingkungan hidup, misalnya dengan membuat program-program sebagai berikut:
a. Pembinaan tentang kesadaran ekologis. Pembinaan ini merupakan upaya gereja untuk mengingatkan anggotanya bahwa alam adalah ciptaan Allah yang harus dihargai dengan memelihara dan melestarikannya. Misalnya dalam PA atau pembinaan khusus dan tema-tema kebaktian.
b. Perayaan lingkungan hidup dalam liturgi. Misalnya membuat ibadah khusus untuk merayakan hari lingkungan hidup. Dalam ibadah, ada baiknya kita melakukan penyesalan dosa terhadap alam semesta karena ulah manusia yang telah merusak alam. Penting juga untuk menciptakan dan menyanyikan lagu-lagu rohani yang bertemakan alam.
c. Menyuarakan suara kenabian terhadap kerusakan lingkungan hidup.
Gereja perlu menyuarakan kritik atau memberikan masukan-masukan bagi masyarakat ataupun pemerintah terkait dengan upaya melestarikan lingkungan hidup.
d. Menata lingkungan gereja dengan memperhatikan keseimbangan ekologis. Misalnya jangan habiskan tanah untuk mendirikan bangunan tapi berikan ruang untuk tanam-tanaman. Kita bisa membangun lingkungan gereja yang hijau dan asri.
e. Gerakan penanaman pohon bagi seluruh warga gereja : Hal ini dapat dilakukan oleh GPM yaitu misalnya setiap anak yang akan di baptis/di sidi harus menanamkan sebuah pohon selain sebagai simbol pertumbuhan tetapi juga menunjang perogram penghijauan oleh pemerintah.
f. Mengajak anggota jemaat membudayakan gaya hidup yang ramah dan dekat dengan alam, misalnya dengan memisahkan sampah plastik, membuat lingkungan sekitar rumah menjadi hijau dengan tanam-tanaman.
g. Membangun kerjasama dengan lembaga atau kelompok pecinta alam, misalnya GPM dengan kelompok pecinta alam di Maluku, untuk memperjuangkan pembangunan yang berwawasan ekologis.
Sekolah : Sebagai lembaga pendidikan dalam setiap kurikulum pembelajrannya juga memiliki fungsi yang sama yaitu mendidik siswanya dengan pola pendidikan yang berbasis pada kesadaran akan keutuhan lingkungan. Hal ini dapat di aktualisasikan lewat kurikulum-kurikulum yang di terapkan di sekolah. Sekolah sebagai salah satu ruang pendidikan dan pembelajaran, tentu untuk melakukan upaya sadar dan penyadaran menjadi manusia seutuhnya, yang berakhlak mulia/beradab dan berbudaya, manusia yang berarti/berguna atau bermakna. Proses penyadaran tersebut memerlukan prakondisi lingkungan yang kondusif bagi kesehatan baik secara lahiriah maupun batiniah.
Secara lahiriah berarti adanya sanitasi lingkungan yaitu usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada penguasaan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan. Sarana sanitasi antara lain ; ventilasi, suhu, kelembaban, kepadatan hunian, penerangan alami, konstruksi bangunan, sarangan pembuangan, sarana pembuangan kotoran manusia dan penyediaan air bersih. Dan secara batiniah dapat diukur dengan aspek perilaku peduli lingkungan sehingga diperoleh suasana kenyamanan dalam melakukan proses pendidikan dan pembelajaran.

Derajat kesehatan berkaitan erat dengan hubungan timbal balik antara pembangunan ekologi, sosial dan ekonomi. Untuk itu perlu dikembangkan parameter, metode analisis dan sistem monitoring dampak kesekatan akibat pencemaran air. Penyediaan air bersih, sarana dan sarangan pembuangan air limbah merupakan sarana prasarana penting yang memerlukan standar kesehatan untuk menghindari pencemaran, penyakit dan bahan beracun/berbahaya.
Oleh karena itu, sanitasi di lingkungan sekolah perlu dipantau dan dikendalikan sedemikian rupa sesuai dengan manajemen pengelolaan yang memadai yaitu dengan teknologi pengelolaan air limbah sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Dan untuk melakukan pemantauan atau pengendalian dampak kegiatan, produk dan jasa aspek-aspek lingkungan dalam penerapan manajemen lingkungan hidup di sekolah, maka paling tidak ada 2 (dua) sistem manajemen lingkungan hidup yang perlu diperhatikan dengan seksama yaitu manajemen strategi pengelolaan lingkungan hidup dan manajemen personalianya.
Hal diatas merupakan standar bagi sekolah yang ingin menaikkan tarafnya sebagai sekolah bertaraf internasional. Dan standarisasi tersebut berguna untuk menunjang program pemerintah dalam upaya menjaga keutuhan ciptaan yang menjadi perhatian dunia saat ini.

Kesimpulan
Dalam kehidupan bersama sebagai ciptaan terdapat tanggung jawab untuk menjaga keutuhan ciptaan. Harus diakui bahwa telah terjadi dekadensi moral dan pemikiran atau cara pendang terhadap lingkungan. Hal yang nyata dalam kehidupan sehubungan dengan dekadensi tersebut adalah kasus pencemaran lingkungan, penebangan liar dan barbagai contoh kasus lainnya. Dan dampak dari tindakan yang tidak bertanggung jawab para pencemar lingkungan. Seharusnya kita tidak perlu terkejut bahkan jadi Paranoid (ketakutan) dengan isu Global Warming yang terjadi. Karena hal tersebut merupakan dampak dari ulah manusia sendiri yang tidak bertanggung jawab atas bumi tempat dia tinggal. Pada mulanya Allah Menciptakan bumi dengan segala isinya dengan fungsi saling melengkapi dan menopang. Hal ini tergambar dalam Kejadian 2: 21-23; berbicara tentang keutuhan ciptaan tidak terbatas pada manusia semata tetapi mencakup semua ciptaan yang ada. Dan dalam keutuhan ciptaan itu tercipta suatu hubungan saling menopang didalamnya. Gereja sebagai lembaga keagamaan juga memiliki tugas dan tanggung jawab bersama elemen-elemen masyarakat yang lain dalam menjaga lingkungan hidup. Dan penting bagi gereja untuk dapat bekerjasama secara aktif dengan elemen-elemen dalam masyarakat tersebut (sekolah, pemerintah). Dengan pemahaman yang benar terhadap pentingnya keutuhan ciptaan maka proses pemulihan bagi bumi ini akan dapat dilaksanakan dan semoga saja belum terlambat bagi kita untuk memperbaikinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar