Jumat, 27 Januari 2012

Spiritual Yang Tandus Dalam Diri Seorang Pendeta

Sejak kecil saya sangat membanggakan figur seorang pendeta. Saya selalu terkesan saat melihat Sang Pendeta berdiri di atas Mimbar dengan jubahnya hitamnya dan berbicara dengan suara layaknya seorang yang bijaksana sambil memberitakan Firman Tuhan. Sosok seorang pendeta menjadi Publik Figur dalam jemaat yang dilayaninya. Setiap Ucapannya selalu dianggap benar oleh karena dia memiliki Predikat sebagai Hamba Tuhan. Jemaatpun sangat antusias untuk bisa berjabat tangan dengan seorang pendeta ketika selesai beribadah minggu di Gereja. Wah..!!! alangkah membanggakan jika saya bisa menjadi pendeta nantinya...(semoga):).. Tapi saya pun sempat bertanya-tanya dalam diri apakah dengan menjadi seorang pendeta lantas kita akan menjadi Pribadi yang sempurna?....
Karena Kasih Allah, saya boleh mempelajari Ilmu Teologi, Ilmu Pengetahuan yang dipelajari oleh kebanyakan orang yang ingin menjadi Pendeta, Saya bergaul dengan banyak teman yang datang dengan berbagai macam latar belakang, beragam tradisi, beragam karakter yang saya temui dan saya menyerap banyak pengalaman dari mereka. Motivasi untuk menjadi seorang Pendeta pun berbeda-beda, ada yang mengaku ingin menjadi pendeta karena hanya ingin menunjukkan kepada orang lain bahwa ia bisa menjadi seorang pendeta, ada yang berkeinginan menjadi pendeta dengan alasan untuk menggantikan ayahnya yng juga pendeta (emeritus) dan ada yang bilang ingin menjadi pendeta supaya bisa dihargai dalam masyarakat karena latar belakang hidupnya yang menurut dia tidak dihargai dalam masyarakat. Motivasi-motivasi itu, membuat saya bertanya-tanya lagi apakah tujuan kita menjadi seorang pendeta hanya sebatas untuk membanggakan diri dan untuk memperbaiki status kehidupan kita di dalam masyarakat? Lalu bagaimana dengan Motivasi untuk menjadi pendeta karena benar-benar ingin melayani jemaat Tuhan?
Saya sangat berani mengatakan bahwa Mentalitas pendeta-pendeta sekarang ini tidak  lagi mentalitas melayani. Banyak pendeta yang menjadi terobsesi dengan Kekuasaan dan Kehormatan (Gila Kuasa dan Gila Hormat). Kenyataanya, banyak pendeta yang kemudian terjun di dunia Politik, ada pula yang terobsesi dengan kedudukan di Badan Perkerja Harian (BPH) Sinode,dsb.  Jika demikian yang terjadi, lantas  apa yang dipahami dari Ilmu Teologi yang dipelajari oleh seorang pendeta.  Apakah dengan mempelajari Ilmu Teologi kemudian spiritualitas kita pun menjadi menjadi tandus? Bukankan dengan Pengetahuan Teologi justru seharusnya menyuburkan Spiritualitas kita?
Kita harus mengakui bahwa telah terjadi pergeseran dalam memahami jabatan seorang pendeta yang seharusnya melayani Allah dan sesama. Pengetahuan Teologi yang cerdas, pengetahuan tentang Alkitab, dan keterampilan berkhotbah yang mengesankan merupakan kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh seorang pendeta dimana kompetensi ini  sangat menentukan eksistensi Kependetaan-nya.
Ketika dalam melayani (berkhotbah, berdoa, pendampingan pastoral) dan seorang pendeta tidak yakin bahwa apa yang dilakukannya memberi efek yang baik dalam kehidupan jemaat, itu menandakan bahwa sang pendeta sementara mengalami ketandusan Spiritual.
Yang dapat menolong seorang pendeta untuk menyuburkan kembali Spiritualnya yang gersang adalah dirinya sendiri. dan saya mengajukan satu kata YAKIN !!!! Yakin dengan apa yang didoakan dan dikhotbahkan dan Yakin bahwa proses pendampingan yang dilakukan mampu untuk memulihkan kehidupan Jemaat.

SEMOGA TULISAN INI MEMBERIKAN MANFAAT BAGI KITA DALAM MENJALANKAN TUGAS PELAYANAN KITA SEBAGAI ORANG-ORANG YANG TELAH DI SEBUT PENDETA ATAUPUN AKAN DI SEBUT PENDETA.
GBU ALL.......!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar